Satra
Sastra (Sanskerta: shastra)
merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta ‘Sastra’, yang berarti
“teks yang mengandung instruksi” atau “pedoman”, dari kata
dasar ‘Sas’ yang berarti “instruksi” atau “ajaran” dan ‘Tra’ yang berarti
“alat” atau “sarana”. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan
untuk merujuk kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki
arti atau keindahan tertentu.
Yang agak bias adalah pemakaian istilah
sastra dan sastrawi. Segmentasi sastra lebih mengacu sesuai defenisinya sebagai
sekedar teks. Sedang sastrawi lebih mengarah pada sastra yang kental nuansa
puitis atau abstraknya. Istilah sastrawan adalah salah satu contohnya,
diartikan sebagai orang yang menggeluti sastrawi, bukan sastra.
Selain itu dalam arti kesusastraan, sastra
bisa dibagi menjadi sastra tertulis atau sastra lisan (sastra oral). Di
sini sastra tidak banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa
yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran
tertentu.
Sastra dibagi menjadi 2 yaitu Prosa dan
Puisi, Prosa adalah karya sastra yang tidak terikat sedangkan Puisi adalah
karya sastra yang terikat dengan kaidah dan aturan tertentu. Contoh karya
Sastra Puisi yaitu Puisi, Pantun, dan Syair sedangkan contoh karya sastra
Prosa yaitu Novel, Cerita/Cerpen, dan Drama.
Pengertian Sastra Menurut Para
Ahli
Mursal Esten (1978 : 9)
Sastra atau Kesusastraan adalah pengungkapan
dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia. (dan
masyarakat) melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek yang positif
terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan).
Semi (1988 : 8 )
Sastra. adalah suatu bentuk dan hasil
pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya
menggunakan bahasa sebagai mediumnya.
Panuti Sudjiman (1986 : 68)
Sastra sebagai karya lisan atau tulisan yang
memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinalan, keartistikan, keindahan
dalam isi, dan ungkapanya.
Ahmad Badrun (1983 : 16)
Kesusastraan adalah kegiatan seni yang
mempergunakan bahasa dan garis simbol-simbol lain sebagai alai, dan bersifat
imajinatif.
Eagleton (1988 : 4)
Sastra adalah karya tulisan yang halus (belle
letters) adalah karya yang mencatatkan bentuk bahasa. harian dalam berbagai
cara dengan bahasa yang dipadatkan, didalamkan, dibelitkan, dipanjangtipiskan
dan diterbalikkan, dijadikan ganjil.
Plato
Sastra adalah hasil peniruan atau gambaran
dari kenyataan (mimesis). Sebuah karya sastra harus merupakan peneladanan alam
semesta dan sekaligus merupakan model kenyataan. Oleh karena itu, nilai sastra
semakin rendah dan jauh dari dunia ide.
Aristoteles
Sastra sebagai kegiatan lainnya melalui
agama, ilmu pengetahuan dan filsafat.
Robert Scholes (1992: 1)
Tentu saja, sastra itu sebuah kata, bukan
sebuah benda
Sapardi (1979: 1)
Memaparkan bahwa sastra itu adalah lembaga
sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium. Bahasa itu sendiri merupakan
ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu
sendiri adalah suatu kenyataan social.
Taum (1997: 13)
Sastra adalah karya cipta atau fiksi yang
bersifat imajinatif” atau “sastra adalah penggunaan bahasa yang indah dan
berguna yang menandakan hal-hal lain”
Macam-macam Karya Sastra
Karya sastra di Indonesia yang dihasilkan sebelum
abad ke-20. Pada masa ini karya satra di Indonesia di dominasi oleh syair, pantun , gurindam dan hikayat .
a. syair
Syair adalah puisi atau karangan dalam bentuk terikat yang mementingkan irama sajak . Biasanya terdiri dari 4 baris, berirama aaaa, keempat baris tersebut mengandung arti atau maksud penyair (pada pantun, 2 baris terakhir yang mengandung maksud).b. pantun
Syair adalah puisi atau karangan dalam bentuk terikat yang mementingkan irama sajak . Biasanya terdiri dari 4 baris, berirama aaaa, keempat baris tersebut mengandung arti atau maksud penyair (pada pantun, 2 baris terakhir yang mengandung maksud).b. pantun
Pantun merupakan salah
satu jenis puisi lama yang
sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara. Dalam bahasa Jawa, misalnya,
dikenal sebagai parikan . Lazimnya pantun terdiri atas empat
larik (atau empat baris bila dituliskan), bersajak akhir dengan
pola a-b-a-b (tidak boleh a-a-a-a, a-a-b-b, atau a-b-b-a). Pantun pada mulanya
merupakan sastra lisan namun sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis.
Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian: sampiran dan isi .
Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan
budaya agraris masyarakat pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan
bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua
baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut.
Karmina dan talibun merupakan
bentuk kembangan pantun, dalam artian memiliki bagian sampiran dan isi. Karmina
merupakan pantun “versi pendek” (hanya dua baris), sedangkan talibun adalah
“versi panjang” (enam baris atau lebih).
Peran pantun
Sebagai alat pemelihara bahasa, pantun berperan
sebagai penjaga fungsi kata dan kemampuan
menjaga alur berfikir. Pantun melatih seseorang berfikir tentang makna kata
sebelum berujar. Ia juga melatih orang berfikir asosiatif, bahwa suatu kata
bisa memiliki kaitan dengan kata yang lain.
Secara sosial pantun memiliki fungsi pergaulan yang
kuat, bahkan hingga sekarang. Di kalangan pemuda sekarang, kemampuan berpantun
biasanya dihargai. Pantun menunjukkan kecepatan seseorang dalam berfikir dan
bermain-main dengan kata. Seringkali bercampur dengan bahasa-bahasa lain.
Berikut contoh pantun (sebetulnya adalah karmina) dari kalangan pemuda:
Mawar
merah tumbuh di dinding
Jangan
marah, just kidding
Namun demikian, secara umum peran sosial pantun adalah
sebagai alat penguat penyampaian pesan.
c. gurindam
Gurindam adalah satu bentuk puisi Melayu lama yang terdiri dari dua baris kalimat dengan irama akhir yang sama, yang merupakan satu kesatuan yang utuh. Baris pertama berisikan semacam soal , masalah atau perjanjian dan baris kedua berisikan jawaban nya atau akibat dari masalah atau perjanjian pada baris pertama tadi.
Gurindam adalah satu bentuk puisi Melayu lama yang terdiri dari dua baris kalimat dengan irama akhir yang sama, yang merupakan satu kesatuan yang utuh. Baris pertama berisikan semacam soal , masalah atau perjanjian dan baris kedua berisikan jawaban nya atau akibat dari masalah atau perjanjian pada baris pertama tadi.
Hikayat adalah
salah satu bentuk sastra prosa, terutama dalam Bahasa
Melayu yang berisikan tentang kisah, cerita, dan
dongeng. Umumnya mengisahkan tentang kehebatan maupun kepahlawanan seseorang
lengkap dengan keanehan, kesaktian serta mukjizat tokoh utama.
Sebuah hikayat dibacakan sebagai hiburan, pelipur lara
atau untuk membangkitkan semangat juang.
AWAL MULA LAHIRNYA SASTRA INDONESIA
Bertolak pada kesepakatan ahli yang menyatakan sastra Indonesia berawal
pada roman-roman terbitan Balai Pustaka tahun 1920-an, sejarahnya hingga
sekarang terhitung masih sangat muda, sekitar 80 tahun. Karena itu, diperlukan
buku-buku sejarah sastra yang bisa dirujuk pelajar, mahasiswa, peminat, dan
ahli sastra. Karena itu, wajarlah apabila perjalanan sejarah sastra Indonesia
dibagi-bagi dengan mempertimbangkan momentum perubahan sosial dan politik,
seperti tampak dalam buku Ajip Rosidi (1968). Pembagian yang lebih rinci dengan
angka tahun menjadi 1900-1933, 1933-1942, 1942-1945, 1945-1953, 1953-1961, dan
1961-1967 dengan warna masing-masing sebagaimana tampak pada sejumlah
karya-karya sastra yang penting. Kemudian pada periode 1961-1967 tampak
menonjol warna perlawanan dan perjuangan mempertahankan martabat, sedangkan
sesudahnya tampak warna percobaan dan penggalian berbagai kemungkinan
pengucapan sastra. Format baru Kalau momentum sosial-politik masih dipergunakan
sebagai ancangan periodisasi sejarah sastra Indonesia 1900-2000, mungkin saja
tercatat format baru dengan menempatkan tiga momentum besar sebagai tonggak-tonggak
pembatas perubahan sosial, politik, dan budaya, yaitu proklamasi kemerdekaan
17-8-1945, geger politik dan tragedi nasional 30 September 1965, dan reformasi
politik 21 Mei 1998. Analisis struktural Umar Yunus tentang perkembangan puisi
Indonesia dan Melayu modern (Bhratara, Jakarta, 1981) dan telaah struktural
tentang novel Indonesia (Universiti Malay, Kuala Lumpur, 1974) barangkali dapat
dipergunakan sebagai rujukan untuk menjelaskan perubahan-perubahan tersebut.
Dengan mempertimbangkan ketiga momentum tadi maka diperoleh empat masa
perjalanan sejarah sastra Indonesia, yaitu masa pertama mencakup tahun
1900-1945, masa kedua mencakup tahun 1945-1965, masa ketiga mencakup tahun
1965-1998, dan masa keempat yang dimulai pada tahun 1998 hingga waktu yang
belum dapat diperhitungkan.Dengan meminjam baju politik yang dianggap populer
dan tetap mempertimbangkan nasionalisme maka penamaan keempat masa perjalanan
sastra Indonesia itu bisa menghasilkan tawaran sebagai berikut: Masa
Pertumbuhan atau Masa Kebangkitan dapat dipergunakan untuk mewadahi kehidupan
sastra Indonesia tahun 1900-1945 dengan alasan bahwa pada masa itu telah tumbuh
nasionalisme yang juga tampak dalam sejumlah karya sastra, seperti sajak-sajak
Rustam Efendi, Muhamad Yamin, Asmara Hadi dan lain-lain. Yang jelas, pada masa
itu bertumbuhan karya sastra yang sebagian sudah bersemangat Indonesia dan
sekarang memang tercatat sebagai modal awal khazanah sastra Indonesia. Masa
Pemapanan dapat dipergunakan untuk mewadahi kehidupan sastra Indonesia tahun
1965-1998 dengan alasan pada masa itu terjadi pemapanan berbagai sistem:
sosial, politik, penerbitan, dan pendidikan yang dampaknya tampak juga di
bidang sastra Indonesia. Mengingat besarnya muatan sejarah sastra Indonesia itu
maka diperlukan pembagian sejarah pertumbuhan dan perkembangannya menjadi empat
masa seperti tersebut tadi, yaitu (1) masa pertumbuhan atau masa kebangkitan
dengan angka tahun 1900-1945, (2) masa pergolakan atau masa revolusi dengan
angka tahun 1945-1965, (3) masa pemapanan dengan angka tahun 1965-1998, dan (4)
masa pembebasan dengan angka tahun 1998-sekarang.
Sumber: http://asemmanis.wordpress.com/2009/10/03/pengertian-sastra-secara-umum-dan-menurut-para-ahli/